Bagi anda para leader dari suatu perusahaan atau tim kerja, awal tahun biasanya adalah waktu yang dipilih untuk melihat capaian kinerja tahun sebelumnya. Barangkali anda sangat jengkel terhadap kinerja tim kerja anda karena gagal memenuhi target atau ekspektasi yang diberikan. Tim tidak bisa menjalankan rencana perusahaan atau organisasi dengan baik. Kejengkelan sering terjadi akibat berulangnya kegagalan. Dalam kondisi seperti ini anda perlu melakukan evaluasi terhadap diri anda sendiri, tim atau personil dari tim yang ada. Tindakan evaluasi inilah yang umum dilakukan saat terjadi kegagalan dalam pemenuhan target yang telah disepakati bersama. Banyak aspek yang bisa dievaluasi dari sebuah tim kerja, mulai dari bagaimana tim merencanakan kerja dan target yg hendak dicapai, proses kerja, hingga capaian kinerja atau Key Performance Indicator (KPI).
Kali ini saya lebih tertarik menyoroti aspek orientasi sikap personal ketika menyikapi kegagalan dari kinerja tim atau unit kerja. Sikap personal dalam menghadapi sebuah kegagalan ini menarik, mengingat apa yang akan dilakukan setelah kegagalan ini sangat tergantung dari preferensi pelaku apakah akan bersikap sebagai “pemenang” atau “pecundang” .
Sebagai seorang leader pada level apapun anda dituntut untuk paham dalam mengevaluasi hasil kerja tim, apakah anda disodori sebuah result atau reason. Kesuksesan tim dalam meraih target yang telah ditetapkan adalah sebagai result. sedangkan kegagalan sering dibungkus dengan reason oleh anak buah anda sehingga anda bisa menerima kegagalan tersebut berdasarkan alasan yang diberikan. Pertanyaan pentingnya adalah “Apakah anda cukup puas dengan reason atau alasan kegagalan tersebut?” Seringkali reason berupa seribu alasan yang membuat anda harus “menerima” kegagalan tim yang tidak bekerja dengan baik atau gagal memenuhi target.
Sebagai seorang leader perlu memiliki kemampuan untuk memilah dan memahami antara good reason dan bad reason yang disodorkan di meja anda. Berikut adalah ciri dari bad reason; (1) Tidak dapat menunjukkan koreksi terhadap arah ke depan dan kondisi yang seharusnya tidak terjadi, (2) Menutup atau gagal menciptakan peluang dan kesempatan reevaluasi, (3) Sebagai sebuah kefatalan yang menutup usaha untuk mencoba kembali, (4) Gagal membuat langkah selanjutnya lebih cepat, mudah dan meyakinkan, (5) Gagal memberikan pelajaran untuk sukses yang lebih besar, (6) Gagal menumbuhkan kegigihan berusaha dan sulit untuk menerima kegagalan, (7) Gagal memberikan masukan bagaimana bertindak lebih baik.
Sebagai seorang leader sadar atau tidak sadar anda sering disodorkan bad reason atau good reason. Pemahaman yang baik dari hal ini sangat penting agar tidak terjebak pada masalah yang berulang dan bisa melihat arah dan tindakan yang lebih baik. Bad reason sering dipakai untuk menutupi kegagalan sehingga lebih bisa diterima atau terpaksa harus diterima. Celakanya bad reason juga bisa dipakai untuk mempertahankan pendapat guna menciptakan opini yang seolah-olah adalah good reason.
Dalam realitas sehari-hari antara reason dan result tidak sebatas pada lingkungan tim kerja, unit bisnis atau perusahaan. Fenomena ini juga sering digunakan oleh para pejabat publik ketika harus mempertanggungjawabkan kinerjanya baik secara langsung atau tidak langsung kepada publik. Publik yang bijak harus bisa menilai apakah disajikan sebuah reason atau result? Jika yang disajikan adalah sebuah reason dari kegagalan, maka publik harus bisa menilai apakah sebagai bad reason atau good reason. Kemampuan seorang leader atau publik untuk dapat menilai dan menerima sebuah hasil kerja atau pertanggungjawaban diperlukan pemahaman dan narasi yang benar akan lingkup permasalahan yang sebenarnya terjadi agar tidak terjebak dalam penerimaan bad reason.
Bagi anda para leader silahkan melihat kembali apa yang disodorkan oleh tim anda atau sebagai masyarakat mari kita lihat lagi apa yang disodorkan oleh para pejabat publik, apakah result, good reason atau bad reason?. Sekali lagi anda termasuk tipe orang yang seperti apa? Apakah termasuk yang bisa menerima bad reason? Menyematkan label gagal atas kinerja seseorang atau tim atas sebuah kegagalan adalah tidak sepenuhnya bijak. Pepatah mengatakan “Kegagalan tidak akan membunuhmu, ketakutan untuk gagal yang akan menjauhkan kesuksesan”