Refleksi Akhir Tahun 2024, Mengurai Benang Kusut Proyek

Selasa, 24 Desember 2024
Seminar Arsitektur

Di sebuah ruang rapat sederhana, tim proyek berkumpul untuk refleksi akhir tahun. Di tengah meja, laporan-laporan tebal berserakan, seolah menjadi saksi bisu perjalanan panjang proyek yang penuh tantangan. Raka, sang manajer proyek, memulai pertemuan dengan nada serius.
 “Kita akan bahas semuanya hari ini. Apa yang terjadi di proyek ini, mengapa target tidak tercapai, dan apa langkah kita ke depan,” ujarnya sambil memandang tim dengan tatapan penuh harap.

 Proyek konstruksi pusat perbelanjaan modern, yang ditargetkan rampung Desember 2024, kini baru mencapai 65% dari rencana.

 “Kenapa progres kita masih di titik ini?” Raka bertanya.

 “Pak, ada beberapa kendala besar,” jawab Ardi, manajer lapangan. “Hujan deras selama dua bulan terakhir tahun lalu menghentikan banyak pekerjaan struktural. Selain itu, perubahan desain dari klien membuat kita harus mengulang beberapa bagian.”

 Raka menghela napas panjang. Ia tahu, perubahan desain memang sering terjadi. Namun, apakah mereka sudah cukup sigap menghadapi perubahan tersebut?

 Rapat semakin memanas ketika laporan keuangan dibahas. Biaya proyek membengkak hingga 40% dari estimasi awal.

 “Pak, kenaikan harga material adalah penyebab utama. Selain itu, lembur tenaga kerja untuk mengejar ketertinggalan waktu juga menyedot anggaran,” jelas Rini, kepala divisi keuangan.

 “Apakah kita sudah mempertimbangkan risiko seperti ini sejak awal?” Raka bertanya dengan nada frustrasi.

 Rini terdiam, menyadari bahwa penyusunan anggaran mereka terlalu optimis, tanpa menyisakan buffer yang memadai untuk menghadapi hal-hal tak terduga.

Saat giliran membahas progres, suasana rapat semakin tegang. Data yang disajikan tidak konsisten, dengan perbedaan mencolok antara laporan mingguan dan realitas di lapangan.
 

“Kenapa data progres kita tidak jelas?” tanya Raka dengan tegas.

“Pak, pelaporan manual ini seringkali tertunda. Selain itu, beberapa divisi tidak disiplin menyerahkan laporan tepat waktu,” jawab Ardi dengan nada menyesal.

“Ini tidak bisa dibiarkan lagi. Kita harus punya sistem yang lebih baik untuk monitoring,” tegas Raka.
 

Di akhir pertemuan, Raka meminta setiap tim memberikan masukan untuk perbaikan ke depan. Dari diskusi tersebut, mereka sepakat untuk melakukan evaluasi menyeluruh:
 

  1. Perencanaan yang Lebih Matang: Termasuk menyusun anggaran dengan ruang untuk risiko, dan menetapkan jadwal yang realistis.
     
  2. Sistem Monitoring Terintegrasi: Menggunakan software manajemen proyek untuk pelacakan progres dan anggaran secara real-time.
     
  3. Manajemen Perubahan yang Ketat: Membuat protokol standar untuk menyetujui perubahan desain dan memitigasi dampaknya.
     
  4. Komunikasi yang Lebih Baik: Meningkatkan koordinasi antar tim untuk menghindari miskomunikasi dan tumpang tindih pekerjaan.
     

“Ini bukan sekadar tentang menyelesaikan proyek, tapi tentang membangun sistem yang lebih baik untuk masa depan,” ujar Raka di penghujung rapat.
 Saat malam semakin larut, Raka berdiri di tepi lokasi proyek. Gedung setengah jadi itu memantulkan cahaya lampu kota, seolah mengingatkan bahwa harapan belum sepenuhnya hilang.

 “Tahun depan, kita mulai lagi. Lebih baik, lebih terarah,” gumamnya dengan keyakinan baru.

 Refleksi itu menjadi pengingat bahwa di balik setiap kegagalan ada pelajaran, dan di setiap pelajaran ada peluang untuk memperbaiki diri.


Ojo lali pahami SMM, SMAP dan yang terbaru ada SIMMAP “Sistem Integrasi Manajamen Mutu dan Anti Penyuapan” terobosan DPP INKINDO Jatim dalam memberikan kemudahan dalam tata kelolah perusahaan. Ingin tahun lebih lanjut hubungi DPP INKINDO Jawa Timur.

INKINDO JATIM Rek!!!